Nama : Marsya Pratiwi
Dimas Taat
Pribadi lahir pada 28 April 1970 adalah seorang pria asal Desa Wangkal,
Kecamatan Gading Kabupaten Probolinggo, Jawa timur. Taat
Pribadi yang kemudian menambah namanya dengan Dimas Kanjeng Taat Pribadi merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Sekitar tahun 1994 Dimas Kanjeng
menikahi Rahma Hidayati yang juga murid kinasih Abah Ilyas yang kebetulan
tetangga Dimas Kanjeng di Probolinggo. Bahkan keluarga Rahma yang tergolong
kaya itu ‘menghibahkan’ tanahnya seluas dua hektar kepada Dimas Kanjeng.
Ia yang semula bernama asli Taat
Pribadi itu mengaku memiliki ilmu ‘mendatangkan’ uang secara gaib dari gurunya,
Kiai (Abah) Ilyas dari Mojokerto yang baru meninggal 10 Juli 2009 lalu. Dimas
Kanjeng bukan ‘murid’ terbaik Abah Ilyas namun karena tidak pernah membantah,
maka ia memperoleh ilmu gaib menggandakan uang dari gurunya. Dimas Kanjeng Taat
Pribadi, selaku pimpinan, pengasuh dan pemilik sekaligus ‘guru besar’ Padepokan
Dimas Kanjeng di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading,
Kabupaten Probolinggo, Jatim, disebut-sebut sebagai sosok anak dari seorang
purnawirawan Polri. Ayahnya bernama Mustain, meninggal tahun 1992 dan beristeri
Ngatri, sosok perempuan yang berdarah keturunan Timur Tengah yang meninggal
tahun 2002. Menurut tetangganya yang ada di Kecamatan Kraksaan, Kabupaten
Probolinggo, Mustain terakhir menjabat sebagai Kepala polisi Sektor (Kapolsek)
Gading, Kabupaten Probolinggo.
Dimas Kanjeng dikenal sebagai sosok
manusia sakti yang mampu mengambil uang secara gaib. Video-Video yang beredar
di Media Sosial menunjukkan secara terbuka dia bisa mengeluarkan uang dari
belakang tubuhnya sambil duduk di kursi kebesarannya, dengan jubah putih yang
selalu dipakainya. Kekayaan Dimas Kanjeng yang diperoleh dari mahar (memakai
banyak istilah) para santrinya yang ingin menggandakan uangnya menjadi 1.000
kali dari jumlah yang disetorkan itu, menjadikan Dimas Kanjeng mampu memperluas
padepokannya di Dusun Sumber Cengkelek, seluas 7 hektar. Sebelumnya dia tidak
memilki padepokan, namun setelah dikenal banyak kalangan, ia lalu mendirikan
padepokan yang umum disebut padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Belasan tahun lalu, masyarakat kabupaten Probolinggo
dihebohkan dengan acara yang di gelar, yakni memberikan uang kepada fakir
miskin dan anak yatim sebesar 1 Milyar di lapangan desa setempat. Sejak
bagi-bagi uang gaib, nama Kanjeng Dimas terus populer. Bahkan, pada senin
(11/1/2016) lalu, ribuan warga memenuhi Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di
Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo.
“Dimas Kanjeng itu benar merupakan
keturunan Arab-Jawa. Sejak kecil, ia besar di antara dua budaya Arab dan Jawa
serta tinggal di Kraksaan, Kabupaten Probolinggo,” ujar Yuniarti (52), salah
seorang tetangga Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang tinggal sebelumnya pernah
tinggal di Desa Wangkal namun kemudian pindah ke Kraksaan, dalam percakapan
dengan wartawan, Kamis (29/9). Hanya saja, Yuniarti mengaku sudah lebih lima
tahun terakhir, ia tidak bertemu Dimas Kanjeng pascarumahnya yang semula ada di
dekat lingkungan Padepokan di Desa Wangkal, Gading, ia jual. Sesudah ia pindah,
Yuni mengaku sudah tidak tahu kabar berita Dimas Kanjeng yang sebelumnya memang
dikenal sebagai pimpinan Padepokan yang memiliki banyak pengikut dari dalam dan
luar Jawa, utamanya dari daerah Sulawesi. Pengikut Dimas Kanjeng yang disebut
sebagai santri, karena padepokan yang didirikannya sering menggelar pengajian.
Menurut warga Dimas Kanjeng bukan sosok kiai, tetapi ia mengangkat dirinya
sebagai Raja yang bergelar Sri Raja Prabu Rajasa Nagara, pada 11 Januari 2016
lalu.
Santri-santri Dimas Kanjeng menurut
penuturan banyak orang dinilai nyeleneh karena mencampuradukkan antara
agama Islam dengan hal-hal yang gaib yang diperoleh dari ilmu Kejawen.
“Termasuk padepokan yang didirikan Dimas Kanjeng yang jauh lebih terkenal
karena menjadi bank gaib dengan cara menggandakan uang. Makanya kemudian
padepokan itu dikenal sebagai Padepokan Bank Gaib Dimas Kanjeng,” ujar Yuni
sambil menambahkan, bahwa istri Dimas Kanjeng yang ia tahu ada tiga orang, dua
di antaranya dinikahi secara sah dan seorang lagi siri karena dianggap sebagai
selir.
Dimas Kanjeng yang semula berkelana
ke sejumlah daerah di antaranya Sulawesi, sekitar tahun 2000 pulang ke Wangkal,
Probolinggo. Waktu itu Dimas Kanjeng mengaku dibantu pengikutnya (santri)
seorang ibu beserta anak perempuannya, masing-masing berinisial NM dan MM asal
Makassar yang disebut-sebut kaya raya. Kedua orang itu disebut-sebut sebagai
sosok yang menyerahkan maharnya belasan dan bahkan puluhan miliar ke Dimas
Kanjeng yang diakuinya sebagai guru spiritualnya.
Menurut sejumlah pengikutnya, mereka
berguru (nyantri) ke Dimas Kanjeng Taat Pribadi semula bukan karena ingin
memiliki ilmu menggandakan uang, tetapi hendak belajar memiliki ilmu gurunya
yakni kemampuan menarik barang berharga (emas permata) dari dalam tanah. Untuk
kegiatan gaib itu, Dimas Kanjeng minta kepada pengikutnya untuk mengumpulkan
uang guna membeli minyak gaib. Dari awalnya berburu benda-benda emas permata
dengan memakai minyak gaib itulah kemudian beralih ke penggandaan uang yang
lebih dikenal sebagai Bank Gaib. Hanya saja, banyak pengikut awal yang kemudian
mundur karena beberapa hal. Di antaranya uang mahar yang digandakan tidak
segera terealisasi dan terus diundur-undur. Belakangan para Sultan (pengepul
pemberi mahar) mengetahui bahwa uang yang biasanya dipergunakan guru mereka
yang kemudian disebut sebagai uang hasil penggandaan secara gaib, didapat dari
uang mahar ‘santri’ lainnya.
Selain itu, ada Hidayah Ismail
(kemudian disusul Abdul Ghani) yang mengancam Dimas Kanjeng agar segera
‘membayar’ uang mahar yang mereka setor dari ‘santri-santri’-nya dan terus-menerus
ditagih yang bersangkutan. Karena terus-menerus diberi janji kosong dengan
mengulur-ulur waktu ‘panen’ (pencairan uang hasil penggandaan) dan kemudian
sering memergoki Dimas Kanjeng jarang Salat Jumatan berjamaah dan pengajian
yang digelar justru bersifat ilmu klenik, menjadikan Hidayah Ismail memilih
keluar. Ia mengaku sudah bersusah payah mengembalikan sebagian uang mahar
santri-santri yang direkrutnya sekitar Rp 3,5 miliar dari puluhan miliar yang
ia setorkan. Hidayah Ismail dari Desa Wringinanom, Kecamatan Panarukan,
Kabupaten Situbondo beserta isterinyalah yang mengajak Marwah Daud Ibrahim
menjadi bagian dari Padepokan Dimas Kanjeng. Karena sebagai ‘Sultan’, sebutan
pengepul uang mahar dari santri lain, Ismail akhirnya diculik dari rumah
tokonya pada awal Februari 2016 dan kemudian mayatnya ditemukan sebagai Mr X di
tengah hutan Tegalwono, Situbondo.
Pada hari kamis pagi , 22
September 2016, padepokan Kanjeng Dimas dikepung tak kurang dari 600 personel
dari Polda Jatim. Pengepungan ini untuk mengamankan proses penagkapan Kanjeng
Dimas yang diduga menjadi otak pembunuhan kedua santrinya yang bernama Abdul
Gani yang ditemukan meninggal tidak wajar di wilayah Wonogiri, Jawa Tengah pada
4 April 2016 dan Ismail warga Situbondo yang ditemukan meninggal bersimbah
darah di kecamatan Tegalsiwalan, kabupaten Probolinggo pada Februari 2016.
Korban Abdul Gani dikeroyok
dan lehernya dijerat dengan tali. Ia tewas di area padepokan. Mayat korban dibawa dengan mobil dan dibawa ke
Wonogiri, Jateng pada malam hari untuk dibuang. Korban dibuang di bawah jembatan daerah
Wonogiri dan nyaris tak terlihat oleh warga. Ismail Hidayah asal Situbondo
sebelum dihabisi para sultan (pengepul uang) tersangka Kanjeng Dimas Taat Pribadi, ternyata
diculik dari rumahnya pada tengah malam. Ia dihajar habis-habisan oleh delapan
orang di sebuah jalan areal persawahan hingga tewas dijeratdengantali.
Kaitan
kejadian Dimas Kanjeng dengan Akidah adalah :
Mukjizat
merupakan sebuah kejadian yang luar biasa yang diberikan Allah swt kepada
rasul-NYA sebagai bukti kerasulan mereka. Sementara irhas adalah fenomena luar
biasa yang ada pada calon rasul, seperti irhas Nabi Muhammad sebelum diangkat
menjadi rasul dimana awan selalu menaunginya kemana saja beliau pergi.
Dari
hal dan pemberitaan heboh yang terjadi
di tanah air tentunya Dimas kanjeng telah menyimpang dari akidah dan syariah
Islam. Yang menyebabkan hal ini menyimpang adalah disana ada pendukunan, dan
Dimas kanjeng itu pun mengaku bahwa dia itu bisa ‘kunfayakun’ itukan seperti
tuhan. Kunfayakun tentunya hanya dimiliki oleh Allah swt, kemudian tindak
penipuan yang dilakukan oleh Dimas Kanjeng membuat masyarakat merasa rugi dan
menjadi korban dengan janji-janji penggandaan harta, dan kemudian tidak
dikembalikan.
Fenomena
ini menandakan bahwa sebagian masyarakat Indonesia rentan aqidah dan
spiritualitas. Orang yang mempunyai basis akidah yang kukuh mengkin tidak akan
mudah terpengaruh dengan ajaran yang aneh semacam ini. Dengan hal yang
dilakukan oleh Dimas Kanjeng ini tentunya menjurus kepada prilaku kesyirikan.
Kemudian fenomena ini sangat aneh, padahal dalam logika sederhana jikalau Dimas
Kanjeng Taat Pribadi itu mampu menggandakan uang, mengapa ia harus meminta uang
kepada orang lain, bukannya ia hanya perlu menggandakan uang yang ia miliki
sebanyak yang ia inginkan?
Terlepas
dari apa yang sebenarnya terjadi pada fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi,
apakah sihir ataupun penipuan, tentunya kita harus memperkuat aqidah kita dan
kita harus mewaspadai bahwa kejadian semacam ini bisa terjadi dimana saja dan
kapan saja. Untuk itu, sejatinya kita senantiasa mempersiapkan diri dengan
bekal aqidah islamiyah yang kuat, menghiasi diri dengan amal ibadah yang benar
dan menjauhkan diri dari ketamakan terhadap harta benda dengan cara itu kita
akan dapat meningkatkan spiritualitas dan potensi penalaran rasio dan logika,
sehingga tidak terjebak dalam perilaku yang menyimpang menipu dan menyesatkan.
Wallahualam.
EmoticonEmoticon