NAMA : WIRDA AFIFA
Serangan dari pihak lawan politik AHOK semakin
gencar mendekati Pilkada DKI Jakarta.Lagi-lagi soal isu keagamaan yang
digunakan untuk mendeskreditkannya.AHOK dituduh
menghina ayat Al-Quran dalam pernyataan yang disampaikannya, ketika sedang
memberi pengarahan di depan para pejabat dan Pegawai di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Adminstrasi Kepulauan Seribu.
Dalam pengarahannya tersebut AHOK sempat
mengucapkan :“Bapak ibu ga bisa pilih saya, karena dibohongin pake surat
almaidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak ibu ya. Jadi kalau bapak ibu
perasaan ga bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya,
gapapa. Karena ini kan hak pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja.Jadi bapak
ibu ga usah merasa ga enak. Dalam nuraninya ga bisa pilih Ahok”
Bila di telaah lebih lanjut dari pernyataan AHOK
tersebut, sesungguhnya AHOK bukan bermaksud menghina ayat Al-Qur’an namun AHOK
lebih fokus kepada oknum yang menyalahgunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk
kepentingan politik semata. Para oknum yang ditengarai oleh AHOK tersebut
memiliki itikad tidak baik sebab mengkait-kaitkan kepercayaan dan
keyakinan pada agama tertentu terhadap kebebasan berpolitik bagi semua warga
tanpa memandang apapun agama yang dipeluknya.
Mungkin lawan politik AHOK menilai itu adalah
sebuah peluang emas untuk menjatuhkan kredibilitas AHOK dengan cara menyebarkan
opini yang dipelintir seolah-olah AHOK menghina Ayat Al-Quran. Namun mereka
keliru, sebab warga Jakarta sudah cerdas dan tak bisa lagi dipengaruhi dengan
isu-isu keagamaan atau SARA semacam itu.
Apa yang telah disampaikan oleh AHOK dalam
pernyataannya tersebut, sama sekali tak ada yang perlu dirisaukan bagi
mereka yang mampu berpikir secara logis dengan hati yang bersih. Terkecuali
bagi mereka yang memang sudah memendam kebencian dan dendam kesumat terhadap
keberadaan AHOK sebagai Gubernur DKI. Bila ada seorang warga yang sudah
terlanjur membenci dan menolak AHOK, sudah barang tentu apapun yang dilakukan
oleh AHOK (meski benar dan baik sekalipun), pasti akan dianggap salah atau
dicari-cari kesalahannya.
Dituduh Menghina Ayat Al-Quran , AHOK
justru beruntung
Terkait dengan tuduhan kepada AHOK yang dinilai
menghina ayat Al-Qur’an ini, sesungguhnya justru memberi keuntungan tersendiri
bagi AHOK.Mengapa demikian?
Sebab AHOK bisa memetik hikmah dari dari
pernyataannya yang sesungguhnya tak ada yang perlu dipermasalahkan.Maksudnya
adalah, AHOK seakan mendapat tegoran dari respon dari sebagian warga atas
pernyataannya, Padahal itu hanyalah sekadar opini pelintiran semata dari pihak
yang membenci atau lawan politiknya. Lain halnya bila AHOK jelas-jelas
menghina AL’Qur’an, yang bisa di jadikan alat propaganda agar warga Jakarta
tidak memilihnya lagi sebagai Gubenur DKI.
Apa yang dapat ditarik kesimpulan dari kasus ini
adalah bahwa AHOK masih beruntung sebab perkataan yang sesungguhnya tak ada
yang perlu dipermasalahkan, namun oleh sebagian kalangan pembencinya dipelintir
dengan tujuan agar AHOK menjadi tak populer lagi. Keberuntungan yang
dimaksud adalah bahwa AHOK untuk selanjutnya dapat meningkatkan kehati-hatian
dalam berbicara dan memberikan pernyataan.
Ini adalah sebuah bukti lainnya bahwa Tuhan
senantiasa melindungi AHOK, sebab sebagai pejabat Kepala Daerah, AHOK punya
niat yang tulus dan ikhlas untuk membangun Jakarta dan menyelesaikan segala
persoalan yang ada.
Terlepas dari semuanya itu, AHOK adalah manusia
biasa yang sudah tentu bukanlah makhluk yang sempurna dan tak luput dari kesalahan.
Seorang pejabat manapun di dunia ini, bisa saja melakukan kesalahan ucap
atau yang tidak disengaja, namun bukan berarti bahwa ketidaksengajaan itu
dianggap sebagai bentuk penghinaan bagi umat beragama tertentu.
Sederhananya adalah bahwa setiap pernyataan tentu
ada konteksnya dan tak bisa di ambil sepotong-sepotong, Dari keseluruhan pidato
pengarahan yang disampaikan di depan PNS Kabupaten Administrasi Kepulau Seribu
tersebut, AHOK sebatas melaksanakan kewajibannya dalam rangka melakukan
pembinaan kepada pegawai PemKab. Kepulauan Seribu termasuk warga setempat dan
bukanlah untuk melaksanakan kampanye terselubung apalagi untuk menistakan umat
beragama tertentu.
AHOK sesungguhnya tak perlu lagi berkampanye.
Untuk apa? Sebab seluruh warga DKI sudah mengetahui siapa AHOK dan bagaimana
dia bekerja. Hasil kerja AHOK selama menjabat sebagai Gubernur DKI telah
nyata-nyata dapat menyentuh seluruh sendi kehidupan warga Jakarta Tanpa
disadari oleh siapapun bahwa hal ini secara tidak langsung adalah sebuah ‘kampanye’
atas kinerja AHOK selama ini.
Dengan demikian, sudah dapat diprediksikan bahwa
AHOK akan menang mudah atas lawan-lawannya pada Pilkada DKI 2017 nanti,
Semoga..
Penulis : Doni Bastian
Terkait Demo 4 November 2016. Sepanjang
sejarah republik ini, AHOK adalah satu-satunya Gubernur yang paling banyak
menuai kecaman dari berbaga pihak. Bahkan besarnya jumlah demonstran yang
terlibat di dalam aksi demo
4 November yang baru lalu, merupakan demo terbesar yang pernah digelar
terkait seorang Gubernur.
Terkait Demo 4 November, AHOK : ‘Jangan Paksa
Saya Mundur”. AHOK memang pejabat kontoversial, namun demikian AHOK
sesungguhnya punya niat yang tulus dan mulia untuk mewujudkan keadialan sosial
di negeri ini.Bahkan AHOK telah berujar bahwa dirinya siap di penjara bila
melanggar hukum.
Berikut ini adalah penuturan dari seorang yang
bernama Ima, salah seorang staff AHOK yang telah 6 tahun mendampinginya dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pejabat daerah :
***
Satu hal yang melupakan ribuan hal yang sudah
dibangun untuk perubahan Jakarta.Ini bukan soal agama lagi tapi sudah
ditunggangi orang-orang politik yang takut jika Ahok terus lanjut.
Proses hukum sedang berjalan, tujuan demo awal
adalah untuk Ahok diperiksa. Padahal Ahok sudah di periksa dan memohon maaf
jika salah dalam berucap.Kita tunggu saja hasil pemeriksaan.Allah saja Maha
Pemaaf, dan hanya Dia yang bisa menghakimi.
Saya muslim, tapi saya sayangkan banyak sekali
yang sumbu pendek melihat hal2 seperti ini. Justru saya malu sendiri ketika ada
yang Ngebom membunuh ratusan orang di Bali atau daerah lainnya dengan
mengatasnamakan agama, apa agama lain ada yang ribut? Justru yang ada yaitu
saling bantu membantu dan memaafkan agar bangsa kita cepat pulih.
Bukan soal saya staf Ahok atau apa, sudah hampir
6 tahun mengikuti perjalanan Beliau bagaimana cemohan “Kafir, Ganyang, Bunuh
Ahok dan masih banyak kalimat2 yang tidak pantas seringkali menghampirinya tetapi
beliau tetap kerja untuk rakyat Jakarta dan itu semua dilakukan secara
Transparan. Itu yang membuat saya bertahan bantu beliau.
Selama 6 tahun itu pula, integritas beliau selalu terjaga.
Selama 6 tahun itu pula, integritas beliau selalu terjaga.
Beliau selalu mengingatkan “gw gak bisa kasih
gaji besar seperti staf2 pejabat lainnya, tp yang mau gw kasih adalah ilmu
pengetahuan dan kehidupan” .Ini yang membuat saya berasa digaji “sangat besar”.
Kerjaan Ahok tiap hari datang pagi mendengar
masyarakat mengadu sebelum kerja dan pulang malam bahkan bawa PR sampai kerumah
masih saja terus di demo.Ketemu keluarga pun sedikit, semua yang ada
dipikirannya adalah membuat keadilan sosial untuk seluruh rakyat, tanpa
membeda-bedakan warna kulit, agama dan ras. Kadang saya pikir “kok masih mau ya
si bapak kerja utk rakyat dengan cemoham tiap hari”
terkait demo 4 November kemarin bukan hanya soal
agama, namun soal karena ada AHOK pejabat yang beda, membuat rakyat Indonesia
menstandarkan semua pejabat harus seperti Jokowi or Ahok, ini yang membuat
“panas” pejabat2 lama. Dan soal Al Maidah pun menjadi waktu yang pas untuk
mereka semua.Karena soal AGAMA lah peluru yang paling pas bagi lawan untuk
Ahok.
Dan 3 bulan kedepan adalah masa pilkada yang
diikuti Ahok.Tekanan semakin kuat dari seluruh penjuru. Melihat foto Bapak
kemarin (4 nov) yang tersebar dan dipermasalahkan banyak orang, saya tahu
matanya penuh dengan banyak pikiran. Semalam massa mulai tidak kondusif menuju
Pantai Mutiara dan banyak issue jika tekanan Ahok untuk mundur semakin kuat.
Sepertinya saya harus whatsapp Bapak untuk menguatkan walau mgkn sudah banyak
orang lain yang memberi support.
Saya whatsapp Bapak blg “jangan pernah mundur Pak”.Beliau balas : ” Jika negara ini jadi susah, silahkan tangkap dan penjarakan saya. Tapi jangan paksa saya mundur.”
Apapun yang terjadi ke depannya, saya percaya itu semua sudah kehendak Yang Maha Kuasa.
Semangat terus Pak, I Stand With You!
Melarang Non Muslim Jadi Pemimpin adalah
Melanggar Prinsip Persamaan Hak. Penduduk di negeri ini terdiri
dari berbagai macam suku, bahasa, agama dan ras/keturunan. Oleh
sebab itu, para pendiri negara telah membuat sebuah fondasi yang kokoh dengan
maksud untuk mengakomidir segala perbedaan yang ada. Sebagaimana yang
tercantum di dalam semboyan “BHINNEKA TUNGGAL IKA” pada lambang negara, maka hal
ini sebagai petunjuk dan pedoman, bahwa meski terdapat berbegai perbedaan
tetapi tetap berada di dalam satu kesatuan.
Para pendiri negeri ini sudah barang tentu sangat
menyadari bahwa justru dengan adanya berbagai perbedaan inilah maka diharapkan
menjadi sebuah kekuatan yang tak tertandingi.Untuk mengakomidir semua
perbedaan, maka tentu diperlukan prinsip persamaan hak bagi setiap warga
negara.Untuk itulah disusun sebuah dasar sebagai sumber segala hukum yang ada
yaitu Pancasila dan UU 1945. Kelima Sila di dalam Pancasila sudah jelas
mengatur seluruh sendi kehidupan negara agar bisa mengakomodir segala perbedaan
yang ada.
Negara Republik Indonesia, menganut asas bahwa
setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Hukum ini dibuat dengan maksud untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara
umum.
Ada empat pasal yang memuat ketentuan tentang hak
asasi manusia yakni pasal 27,28,29 dan 31;
Pasal 27 ayat 1 menetapkan bahwa ;Segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan Pemerintahan dan wajib
menjujung hukum dan pemerintahan tanpa kecuali.
Pasal 27 Ayat 2 ; hak setiap warga negara atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28 ; kemerdekaan berserikat dan berkumpul ,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh
Undang-Undang.
Pasal 29 ayat 2 ; Kebebasan asasi untuk memeluk
agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara.
Pasal 31 ; (1) tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran (2) pemerintah mengusahakan dan menyelnggarakan suatu
sistem pengajaran nasional , yang diatur dengan Undang-Undang.
Dengan adanya pasal-pasal tersebut, maka sebagai
konsekwensinya, setiap warga negara harus tunduk dan patuh kepada ketentuan
tersebut.Bila ada yang melanggar, berarti melawan hukum dan setiap warga negara
yang melanggar hukum harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.Inilah
yang dinamakan negara hukum.Namun demikian bukan berarti bahwa hukum
mempersempit hak-hak warga negara, tetapi justru memberi kebebasan seluas-luasnya
kepada setiap warga untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara sepanjang
tidak melanggar ketentuan dan aturan yang ditetapkan.
Terkait dengan pelaksanaan demokrasi di dalam
Pemilihan Kepala Daerah khususnya PILKADA
DKI Jakarta, dimana terdapat sebagian warga yang menggunakan dalil-dalil
agama dengan maksud untuk menghalangi calon Gubernur non muslim, hal ini jelas
melanggar prinsip-prinsip persamaan hak, khususnya hak berpolitik dan
bernegara.
Sebagaimana pada ketentuan pada pasal 27 ayat 1,
bahwa negara memberi hak yang sama kepada setiap warga negara untuk memilih dan
dipilih sebagai pejabat daerah atau pejabat negara, tanpa memandang suku, agama
dan keturunannya,
Dalil-dalil agama hanya berlaku dan dihormati di
dalam ranah privat, dan tidak boleh digunakan di dalam ranah publik, sebab
negara ini terdiri penduduk yang memeluk berbagai agama dengan keyakinannya
sendiri-sendiri.Inilah yang dinamakan toleransi di dalam kehidupan beragama dan
berpolitik. Meski pemeluk agama Islam adalah penduduk mayoritas,
tapi bukan berarti boleh menghalangi atau membatasi hak dari kaum minoritas
yakni para pemeluk Agama non Islam.
Sangat memprihatinkan bila ada pemuka Agama yang
justru menyerukan atau melarang non muslim sebagai pemimpin dengan menggunakan
dalil-dalil agama. Sebab hal ini jelas-jelas melawan hukum negara yang
melindungi setiap warga negara, tanpa memandang agamanya dan memberi hak yang
sama kepada setiap warga negara tanpa kecuali.
Terlebih lagi bila ada yang mengajak umatnya
untuk memusuhi warga pemeluk agama lain dengan alasan menegakkan kebenaran dan
membela agama atau keyakinannya.
Sekali lagi penulis ingin menghimbau kepada semua
pihak agar kembali kepada tujuan didirikannya negeri ini yaitu menuju
masyarakat yang damai dan berkeadilan sosial agar tercipta kemakmuran bagi
seluruh rakyat.
Perbedaan yang ada bukanlah menjadi halangan
untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan.Perkuat toleransi untuk menciptakan
perdamaian dan kedamaian diantara umat beragama.
Setiap permasalahan yang timbul hendaknya
diselesaikan dengan musyawarah dan perdamaian, sebab untuk mencapai suatu
kemakmuran, suatu negara harus menjaga kedamaian bagi penduduknya. Tanpa adanya
kedamaian, mustahil dapat tercapai kemakmuran..
Penulis : Doni Bastian
“Melarang Non Muslim Jadi Pemimpin adalah
Melanggar Prinsip Persamaan Hak”
setelah melakukan pengkajian terhadap pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyimpulkan Gubernur DKI Jakarta tersebut
telah menghina Al-Qur’an dan ulama.“Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Gubernur DKI Jakarta dikategorikan: (1) menghina Al-Qur’an dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum,” tegas MUI Pusat seperti tertuang dalam surat resmi yang ditandatangani Ketua Umum MUI Pusat Dr KH Ma’ruf Amin dan Sekretaris Jenderal Dr H Anwar Abbas, MM, MAg, Selasa (11/10/2016) di Jakarta.
Kesimpulan MUI tersebut didasarkan pada lima kenyataan terkait pernyataan Ahok.
Pertama, Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin.Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.
Kedua, ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin Muslim adalah wajib.
Ketiga, setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
Keempat, menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.
Kelima, menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
MUI juga menyatakan aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelumnya, Ahok menyatakan pernyataan yang mengandung penistaan terhadap Al-Qur’an dan Ulama. “… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya…” ujar Ahok, Selasa 27 September 2016 di Kepulauan Seribu.(mediauma
EmoticonEmoticon